Kompetensi Dasar 4 Sejarah Gereja Asia (Indikator 3)

Kompetensi Dasar 4 Sejarah Gereja Asia (Indikator 4)
Sejarah Gereja di Jepang

Di Jepang Franciscus harus memberitakan Injil dengan memperhatikan latar belakang pendidikan dan kebudyaan setempat. Franciscus menyadari bahwa untuk memberitakan Injil secara efektif di Jepang harus melalui tingkat kedudukan social yang tinggi yaitu melalui daimyo atau daimyo dianggapnya sebagai strategis untuk mempengaruhi orang-orang yang ada di Jepang. Ia berpakian yang pantas diperhitungkan oleh kelompok daimyo yaitu memakai Sutra ketika ia mengunjungi daimyo yang terbesar, yaitu Ouchi Yoshika dari Yamaguchi; Xaverius membawa kenang-kenangan yang indah dan menarik, termasuk didalamnya sebuah jam besar dan kotak perhiasan yang dapat bermain musik. Xaverius diberi Izin untuk berkhotbah, dan menjawab pertanyaan-pertanyaan sampai malam, pertanyaan-pertanyaan itu menyangkut astronomi, geografi dan keKristenan. Hasil dari kegiatan pelayanan itu, dalam dua bulan  lima raus orang yang minta dibaptis di Yamaguchi.(Ibid, hlm. 101)
Setelah melayani beberapa tahun di Jepang (1549-1552), ia kembali ke Goa pada tahun 1552. Dari Goa, Franciscus ke Tiongkok, ia mendengar bahwa pengaruh kebudayaan Cina sangat kuat di Jepang. Sehingga bila orang-orang Cina telah dimenangkan maka Bangsa Jepang gampang dimenangkan bagi Kristus. Dalam perjalanan ke Cina, ia meninggal sebelum sampai di Cina. Dan dikuburkan dekat Macao.(Ibid)
Pada tahun-tahun selanjutnya Kristen Katolik sangat berkembang pesat di Jepang, misalnya pada tahun 1580 terdapat 150.000 orang Kristen Katolik, dengan jumlah bangunan Gereja 200 Gedung, 85 imam Yesuit berkebangsaan Portugis, 28 bruder awam atau yang belum ditahbiskan menjadi imam berbangsa Jepang. Orang-orang ini adalah hasil pendekatan pelayanan terhadap kelompok daimyo. Omwa Sumitada, adalah daimyo pertama yang percaya kepada Yesus Kristus, dibaptis tahun 1563. Delapan tahun kemudian (tahun 1571) ada 5.000 orang di wilayah kekuasaan Sumitada dibaptis, kemudian tahun 1577 orang Kristen bertambah menjadi 60.000.
Pada tahun 1573 seorang daimyo yaitu Arima Yoshisada di baptis, akibatnya jumlah orang Kristen di wilayah daimyo ini bertambah dari 3.000 menjadi 15.000. Pengganti daimyo selanjutnya yaitu Horunobu menganiaya Gereja, sehingga 7.000 orang Kristen menyangkal imannya, tetapi di kemudian hari sang penganiaya (Horunobu) bertobat menjadi Kristen dan dibaptis tahun 1580, kemudian orang Kristen yang pernah menyangkal imannya kembali lagi ke Gereja, ditambah empat ribu orang dari kelompok Samurai atau kelompok kesatria yang menjadi pelayan Horonobu ikut menjadi Kristen.
Pada tahun 1587 Hideyoshi mengeluarkan edik yang isinya melarang agama Kristen. Edik ini dilaksanakan tahun 1597, dengan menyalibkan 26 orang Kristen: enam orang Spanyol dan dua puluh orang Jepang, beberapa gedung Gereja dihancurkan, para missionaries disuruh meninggalkan Jepang, namun  banyak yang bersembunyi di desa.
Hiedeyoshi meninggal tahun 1598 dan diganti oleh Ieyasu, yang menjadi Shogun (wakil Kaisar) pada tahun 1603. Ia melarang pembaptisan para daimyo, karena mereka menjadi sebab masyarakatnya menjadi Kristen. Pembatasan-pembatasan ini tidak membuat Gereja mati tetapi justru terus mengalami perkembangan di Jepang. Dikatakan selama sepuluh tahun pertama abad tujuh belas, setiap tahun kurang lebih lima ribu orang Jepang dibaptis.
Penghambatan semakin meningkat, pada tahun 1604 dikeluarkan edik yang menuduh orang Kristen merubah pemerintahan serta merebut kekuasaan negara. Akibatnya semua pekabar Injil diusir keluar dari Jepang, gedung-gedung gereja dimusnakan, tokoh-tokoh Kristen Jepang yang berpengaruh di buang ke Cina, Pilipina, atau propinsi-propinsi utara. Orang Kristen Jepang diwajibkan mendaftar di kuil Budha terdekat dengan rumahnya, supaya imam Budha dapat mengawasi ibadah mereka.
Setelah kematian Ieyasu pada tahun 1616 gereja mengalami hambatan yang lebih dasyat. Orang Kristen Jepang disuruh menyangkal imannya. Pada tahun 1619, 55 orang Kristen Jepang termasuk anak-anak dibakar hidup0-hidup di Kyoto. Tahun 1614 dan 1643 hampir 5.000 orang Kristen mati syahid, termasuk 70 orang Eropa. Tuijuh Puluh orang Kristen di pantei Yado disalibkan dalam posisi terbalik, dengan harapan ketika terjadi air pasang mereka mati tenggelam.
Akibat dari siksaan ini maka orang-orang Kristen Katolik/para klerus menjadi hilang di Jepang untuk beberapa waktu, namun Gereja Katolik di bawah tanah bertahan selama beberapa abad. (Anne Ruck, 2000 : 102-106)


Author:

Facebook Comment

Banner 728x90 Target Indonesia