Kompetensi Dasar 3 Sejarah Gereja Asia (Indikator 2)
Jelaskan Kedudukan Gereja Terhadap Negara di Partia/Persia. Untuk memudahkan pemaparan materi maka saya cantumkan kembali indikator Kompetensi dasar 3
3.1. Perluasan Gereja Asia Abad I -
VII
3.2. Kedudukan Gereja Asia terhadap
Negara (Pembahasan dalam halaman yang sedang
dibaca)
3.3. Corak kerohanian Kekristenan
Asia sampai kedatangan Islam
3.4. Gereja di Asia Barat dan corak
teologinya selama Masa Kerajaan Mongol
3.5. Sejarah Gereja di Tiongkok
sebelum Tahun 1500
3.6. Kontinuitas antara Gereja Asia
Lama dengan Gereja di Asia Sekarang
Penjelasan ini terkait dengan perluasan/Pertumbuhan
Gereja di Partia/Persia dan beberapa wilayah Asia di luar kekaisaran Romawi
Perluasan
dan Pertumbuhan Gereja di Persia dapat terjadi melalui:
Orang-orang
yang kembali ke Persia setelah Peristiwa Pencurahan Roh Kudus (Ruck, 2000:14)
Jemaat-jemaat
Yahudi yang telah dijadikan sebagai jembatan penginjilan untuk daerah timur
tengah termasuk Persia (Ruck, 2000:13)
Tradisi
: Bartolomeus berPI ke Edessa (Van den End, 1981:10)
Seorang
dari angkatan sesudah para Rasul, yaitu Addai menjadi “rasul” Mesopotamia tahun
99 M. (Van den End, 1981:10 dan Ruck,2000:28)
Tahun
104 Addai mengangkat seorang uskup di Arbil, yaitu Paquida, anak seorang budak,
milik imam Zoroaster. Paquida langsung percaya, dan melarikan diri dari
rumahnya supaya dibaptis menjadi Kristen. Pada tahun 104 Addai menahbiskan
Paquida menjadi uskup pertama di Adiabene (Van den End, 1981:10 dan Ruck,
2000:28)
Abad
ke II Injil sudah disebarkan ke daerah-daerah Timur dan Selatan Mesopotamia,
menurut kesaksian Bardesanes dalam dialog mengenai Tagdir (Ibid)
Sekitar
tahun 225, Gereja Kristen sudah mempunyai pusat yang kuat di Mesopotamia Utara
dan terdapat pula jemaat-jemaat di Mesopotamia Selatan, Arabia Timur Laut
(Qatar) dan Selatan di seluruh Iran (Ibid)
Di
wilayah-wilayah ini, jumlah orang Kristen bertumbuh secara berangsur-angsur,
sampai abad VII (Ibid)
Sekitar
tahun 325 M., seorang uskup Basra yang bernama “Dudi” (Daud) pergi ke India dan
membaptis banyak orang (Ibid)
Pada
tahun 325 di Konsili Nicea hadir seorang utusan yang bernama Yohanes dan yang
memberi tanda tangan sebagai “uskup Persia dan India Raya”. (Van den End,
1981:10)
Tawarikh
Arbil: ditulis tahun 560 menceritakan: (1) Sejarah berdirinya Gereja di
propinsi Adiabene ibukotanya Arbela
Pada
tahun 600 Injil mulai dikabarkan di daerah orang-orang nomad di sebelah Timut
laut Iran. Dan pada akhir periode ini (635) sampailah utusan Injil ke Tiongkok
Pada
tahun 120 M., penginjil Samsun diangkat menjadi uskup Adiabene. Samsun
menginjili orang-orang di desa-desa selama dua tahun dan membaptis sejumlah
besar orang percaya.(Ruck, 2000:28). Ia ditangkap dan disiksa oleh imam-imam
Magus dan dipenggal kepalanya. Dan ia menjadi martir pertama di Persia.
Ada
juga kalangan bangsawan Persia yang bertobat menjadi Kristen. Kira-kira tahun
140 Raqbkht, gubernur Adiabene dibaptis oleh uskup Izhaq. Raqbqkht menyebarkan
Injil ke desa-desa sehingga para imam Zoroaster marah … lihat Ruck, hlm.29
Pada
tahun 160 uskup Abraham pergi ke Ktesiphon, ibu kota Partia/Persia untuk
memohon agar Kaisar Persia mengeluarkan edik melarang penyiksaan orang Kristen
oleh imam-imam Zoroaster. Uskup Abraham tidak berhasil diterima karena Kaisar
sedang mempersiapkan perang terhadap Roma. Akibatnya Orang Kristen yang lemah
imannya murtad karena penghambatan, mereka melihat rumah-rumahnya dirampas,
anak-anaknya ditangkap ataupun diculik,dan mereka sendiri dipukuli (Ruck,
2000:29)
Meski
Gereja dihambat di Persia,namun Gereja terus berkembang, pada th. 225 sudah ada
lebih dari dua puluh keuskupan di Persia (Ruck, 2000:29)
Masuknya
kelompok Kristen wilayah Romawi Timur yang menjadi pengikut Uskup Nestorius
(Kelompok ini disebut Nestoria/Nestorian) setelah konsili Efesus tahun 431 M.ke
Persia atau
Pada
masa penghambatan di wilayah Kekaisaran Romawi, banyak orang Kristen mengungsi
ke Persia dan disambut baik oleh pemerintah Persia karena pemerintah Persia
memiliki sikap toleransi. Namun ketika orang Kristen dianiaya di Persia oleh
para imam Zoroaster, kaisar/pemerintah Persia tidak melindungi Gereja (Ruck,
2000: 28)
Pemaparan
di atas menunjukkan perkembangan Gereja di Persia. Seiring dengan perkembangan
tersebut, Gereja menghadapi tantangan-tantangan sbb:
Penghambatan di bawah
Kekaisaran Persia beragama Zoroaster
Tahun
225 M. propinsi Persia memberontak melawan Kekaisaran Partia dan dalam tempo
satu tahun seluruh wilayah Partia dikuasai oleh Persia. Dengan kemenangan
tersebut, Ardasyir dilantik menjadi Raja Persia I. Dengan kemenangan propinsi
Persia atas Partia maka mulailah zaman kekaisaran Persia yang ke-2. Tahun 226
Agama Zoroaster dijadikan sebagai agama Negara Persia.
Pada
mulanya Gereja tidak mengalami penghambatan, malahan berkembang. Uskup Arbela
berkunjung ke Seleukia Ktesipon. Pada tahun 285 jemaat di Seleukia-Ktesiphon
mendapat seorang uskup bernama papa. Uskup ini menyatakan diri sebagai kepala
Gereja Persia (karena ia uskup ibu kota).
Pada
tahun 327 Syim’un bar Saba’I diangkat sebagai uskup Seleukia-Ktesiphon (sekarang
Bagdad).
Pada
tahun 313 Kaisar Romawi musuh Kekaisaran Persia menjadi Kristen dan tahun 315
mengirim surat kepada Kaisar Persia supaya orang-orang Kristen dilindungi oleh
Kaisar Persia, namun ditanggapi secara negatif oleh Persia, akibatnya orang
Kristen dianggap sebagai mata-mata Roma di Persia. Sejak saat itu posisi orang
Kristen Persia menjadi sulit. Orang-orang Kristen di Persia memiliki pemimpin.
Salah satunya adalah Syim’un bar Saba I. Ia dilantik menjadi uskup Sleukia
Ktesiphon (sekarang Bagdad) pada tahun 327.
Orang-orang
Kristen Persia menghadapi penganiayaan selama 40 tahun, yaitu mulai tahun
339-379. Uskup Seleukia-Ktesiphon, yaitu Syim’un dipaksa menandatangani surat
yang mewajibkan orang Kristen membayar pajak dua kali lipat, tetapi dengan
berani ia berkata: “Aku bukan pemungut pajak, tetapi aku adalah gembala kawanan
domba Tuhan” (Ruck, 2000:32)
Pemerintah
Persia memusnahkan seluruh gedung Gereja dan merampas harta bendanya. Lima
orang Uskup dan seratus orang pastor dibunuh didepan Syim’un pemimpin kaum
Nasrani itu karena tidak mau menyembah matahari. Syim’un sendiri kepalanya
dipenggal oleh pemerintah Persia pada hari jumat Agung, tahun 344.
Pada
tahun 339 dan 379 orang Kristen di Persia menghadapi penghambatan yang lebih
dasyat dan lebih sistematis. Sasaran penganiayaan ini adalah para pemimpin
Kristen. Dua orang pengganti Syim’un mati syahid karena kesaksian mereka.
Akibatnya jabatan uskup Sleukia-Ktesiphon menjadi lowong.
Menurut
Sozomenos lebih dari 16.000 orang Kristen yang namanya telah diketahui, dengan
banyak lagi namanya tidak diketahui, mati syahid dalam kekaisaran Persia antara
tahun 339-379.
Pada
tahun 363 Raja Persia, yaitu Raja Shapur II mengalahkan Kaisar Romawi dan
merebut kota Nisibis. Kemenangan ini menghasilkan 50 tahun Persia berdamai
dengan Roma, karena kedua Negara menghadapi musuh lain. Keadaan itu berdampak
positif bagi hubungan Negara dan Gereja di Persia. Penganiayaan terhadap
Gereja/umat Kristen di Persia berkurang, bahkan sejumlah bangsawan masuk
Kristen (Ruck, 2000:33).
Pengakuan Negara (Persia)
terhadap Gereja
Tuhan
adalah pengatur sejarah. Dia mengizinkan Gereja di Persia mengalami
tantangan-tantangan dalam waktu yang relatif lama, yaitu selama 40 tahun.
Dengan kata lain Tuhan mengizinkan umat-Nya (gereja) di Persia mengalami
masa-masa suram, Pemerintah Persia menganiaya Gereja, namun kita juga meyakini
bahwa tidak selamanya Tuhan mengizinkan umat-Nya menderita tetapi ada saatnya
Tuhan mengizinkan umat-Nya mengalami masa-masa kelegaan/kedamaian (penganiayaan
dihentikan). Hal ini jelas dalam pengakuan
Negara terhadap Gereja di Persia.
Pada
tahun 410 Gereja diakui oleh pemerintah Persia sebagai persekutuan yang syah
(agama Kristen diberi status resmi) disamping agama Zoroaster. Orang Kristen
Persia sejak saat itu mulai merasakan kebebasan beragama, namun kebebasan
terbatas. Orang Kristen bebas beribadah/berkumpul di wilayah kekaisaran Persia
tetapi ada pembatasan, yaitu Gereja/orang Kristen di Persia dilarang menginjili
para penganut Zoroaster. Penganut Zoroaster yang masuk Kristen dihukum mati.
Kebebasan
itu tidak berlangsung lama, 11 tahun kemudian terjadi perubahan sikap
pemerintah Persia di bawah kaisar Barham V yang memerintah antara 421 – 439.
Pada tahun 421-439 terjadi lagi penganiayaan dibawah pemerintahan Barham,
Benyamin dihukum mati karena menginjili di desa-desa.
Banyak
orang Kristen dipukul, disiksa ataupun dilemparkan ke dalam lubang penuh dengan
tikus. (Ruck, 2000:34-35)
Usaha
Pemimpin Gereja Persia melepaskan diri dari kecurigaan Negara (Persia) terhadap
posisi Gereja dalam hubungan dengan kekaisaran Romawi.
Musuh
pemerintah Persia adalah kerajaan Romawi. Ada ketegangan yang besar antara
kedua kerajaan itu. Apa lagi setelah kaisar Romawi, Konstantinus Agung menjadi
Kristen. Gereja awalnya lahir dan berkembang di wilayah kekaisaran Romawi. Oleh
karena itu kehadiran Gereja di Persia sering dicurigai sebagai agen rahasia
kekaisaran Romawi. Kecurigaan itu berdampak pada sikap Negara terhadap Gereja
di Persia. Dalam situasi seperti itu, para pemimpin Gereja di Persia berupaya
untuk melepaskan diri dari kecurigaan Negara. Pada tahun 424, Gereja Persia
secara resmi melepaskan diri dari Gereja Barat (Keuskupan Antiokhia). Sinode
Dadyeshu di kota Markabta, yang dihadiri 36 orang uskup, memutuskan bahwa
Katalikos Persia tidak boleh diadili atau dipimpin oleh uskup agung yang lain,
tetapi hanya oleh Tuhan Yesus saja. Dengan pemutusan hubungan dengan Gereja
Barat (Romawi) maka Gereja Persia lebih mudah
diterima oleh pemerintah Persia. Namun demikian umat Kristen di Persia
tetap merupakan kelompok minoritas, namun minoritas yang kuat. Banyak orang
dari golongan berjabatan tinggi, baik pegawai negeri maupun anggota istana,
bahkan penganut Zoroaster masuk Kristen, bertobat menjadi Kristen, meski para
Magus menentangnya. Hukuman mati bagi orang yang beralih dari agama Zoroaster masuk
Kristen sering dikurangi menjadi hukuman penjara atau pembuangan. Misalnya
Katalikos Bobowai, Katalikos Mar Aba yang harus dihukum mati tetapi akhirnya
dipenjarakan 7 tahun. Bobowai kemudian dihukum mati pada tahun 484 karena
pengkhianatan, oleh karena ia mengirim surat kepada uskup-uskup di Barat untuk
meminta dukungan dalam persidangnanya dengan Barsauma, uskup Nisibis.
Meskipun
Gereja dianiaya tetapi Gereja terus berkembang. Perkembangan Gereja di Persia
paling berhasil di antara golongan masyarakat berbahasa Siria, terutama
pedagang dan orang yang mempunyai ketrampilan. Pada tahun 484 Gereja Persia
berusaha melepaskan diri dari perangkap politis dengan cara menerima ajaran
Nestorius sebagai ajaran resmi Gereja Persia, sejak saat itu Gereja Persia disebut
Gereja Nestorian.
Pada
abad ke-6 kebanyakan dokter di Persia adalah orang Kristen, termasuk dokter
pribadi raja. Pada abad ke-7 jumlah orang Kristen dan Yahudi di Persia
diperkirakan satu setengah juta. Pada tahun 650 Gereja Nestorian sudah
mempunyai struktur organisasi yang mantap dengan satu orang Patriakh, 9
metropolit, 96 uskup.
Terbentuknya Gereja Nestorian di Persia
Gereja yang mengalami penganiayaan di Partia dan Persia berhasil mempertahankan diri dan menerima ajaran Nestorius sebagai ajaran resmi gereja Persia.
Nestorius, seorang Siria,
yang terkemuka di Gereja Antiokhia, diangkat menjadi uskup Konstantinopel pada
tahun 428. Perselisihan Nestorius dengan uskup Cyrillus tentang “istilah
theotokos” bagi Maria. Nestorius mengusulkan gelar “Kristotokos” bagi Maria.
Pertikaian ini kemudian dibawa ke konsili Efesus untuk diputuskan. Manakah
pendapat yang syah. Apakah Nestorius atau Cyrillus? Dalam konsili tersebut
pendapat/ajaran Nestorius dinyatakan sesat dan Nestorius dipecat dalam konsili
Efesus tahun 431, kemudian hari Nestorius meninggal di Mesir. Para Pengikutnya
melarikan diri ke Persia. Kehadiran pengikut Nestorius ke Persia menambah
jumlah orang Kristen di Persia. Selanjutnya setelah keputusan Gereja Persia
menerima ajaran Nestorius menjadi ajaran syah Gereja Persia. Sejak itu Gereja
di Persia disebut Gereja Nestorian.
Pertikaian tentang
Trinitas dan Kristologi (kemanusiaan dan keilahian Yesus)
Pembahasan ini bermaksud
untuk menggambarkan situasi kehidupan Gereja di Asia Barat sebelum kedatangan
Islam (ekspansi Islam di bawah 4 khalifah).
Pertikaian tentang
Trinitas dimulai di Alexandria Mesir antara Arius dan Alexander. Pokok ini
diselesaikan dalam konsili Nicea tahun 325. Pendapat Arius ditolak dan dinyatakan
sesat. Arius dan pengikutnya dikucilkan.
Pertikaian Teologis
tentang Kritologi
Kritologi
Antiokhia yang diwakili oleh Nestorius
Penekanannya:
Menekankan tabiat
kemanusiaan Yesus, namun keilahian Yesus tetap dipertahankan
Menafsirkan riwayat manusia
Yesus dalam 4 Injil secara harafiah
Corak tafsir Antiokhia
adalah penafsiran literal
Kesatuan kedua tabiat
Kristus digambarkan sebagai “Sang Logos yang berdiam dalam daging seperti Allah
berdiam dalam Bait Allah”
Kelebihan Kristologi
Antiokhia adalah perhatiannya pada kemanusiaan Yesus Kristus.
Kekurangannya (menurut
para ahli) adalah uraiannya tentang kesatuan dari pada kedua tabiat Yesus itu.
Ajaran Nestorius
menimbulkan kesan seolah-olah Yesus berkepribadian dua (adanya dua Juruselamat)
Kristologi
Alexandria yang diwakili oleh Cyrillus
Penekanannya:
Memberi lebih banyak
perhatian kepada logos sebagai oknum kedua dari Trinitas.
Riwayat manusia Yesus
dalam 4 Injil (kelaparan-Nya, menangis-Nya) dipahami secara Algoris
Corak Tafsiran Alexandria
adalah penafsiran Alegoris/Alegorese
Menegaskan keilahian Yesus
Kristus sebagai dasar untuk keselamatan manusia. Akibatnya perhatian terhadap
kemanusiaan Yesus agak diabaikan
Untuk menjelaskan
bagaimana Yesus bertindak/berada sekaligus sebagai manusia dan Allah maka
mereka menggunakan pemahaman Communicatio idiomatum (pertukaran sifat). Contoh:
Ketika Yesus berkata, “Bapa dan AKu adalah satu” suara Yesus manusia yang
mengucapkan itu, namun Ia mengucapkan keberadaa-Nya yang bersifat ilahi.
Kelebihan Kristologi
Alexandria adalah pertahanannya pada kesatuan dua tabiat Kristus. Tetapi
kesatuannya dijelaskannya sedemikian rupa sehingga seolah-olah mengorbankan
kemanusiaan Yesus.
Kristologi ini melahirkan
kaum monofisit (Gereja Kopt, Yakobit, dan Armenia
Selanjutnya pertikaian
Nestorius dan Cyrillus beralih kepada sebutan Theotokos untuk Maria.
Bagi Nestorius, Theotokos
seolah-olah membuat Maria ilahi. Lagi pula, gelar ini, katanya mengaburkan
kemanusiaan Yesus. Lebih tepat menggunakan gelar Kristotokos bagi Maria, kata
Nestorius
Bagi Cyrillus, gelar
Theotokos mempertahankan keilahian Yesus Kristus serta kesatuan kedua tabiat
Kristus. Adalah salah, demikian kata Cyrillus mengatakan bahwa Maria hanya
ibunda manusia Kristus. Lantaran itu Cyrillus, secara tak adil menuduh
Nestorius mengajarkan bahwa Yesus bukan ilahi.
Pertikaian ini
diselesaikan dalam konsili Efesus tahun 431 dengan hasil Nestorius dinyatakan
salah dan pandangan Cyrillus dibenarkan. Akhirnya Nestorius dipecat dan
dibuang, dan meninggal di Mesir, sementara para pengikutnya mengungsi ke
Persia.
Pelajaran-pelajaran dari
Pertikaian Kristologis di Asia Barat:
1. Pertikaian tersebut membuka jalan buat agama Islam untuk
menaklukkan Gereja di berbagai tempat di Timur Tengah
2. Sulit menentukan Kristologi mana yang paling benar (apakah
Kristologi Antiokhia atau Alaxandria)
Berdasarkan paparan di
atas, kita berkesimpulan bahwa perluasan Gereja dari Antiokhia ke beberapa
wilayah Timur, khususnya wilayah Persia sudah berkembang secara baik walaupun
pertumbuhan atau perkembangan Gereja di Persia belumlah menjadi mayaoritas
tetapi Gereja menjadi kelompok persekutuan yang sah dalam pemerintahan Persia
yang beragama Zoroaster.
Gereja Nestorian
sebagaimana yang kita sebutkan di atas dan beberapa Gereja di Asia Barat yang
tidak menerima konsili Chalchedon disebut Gereja Monofisit sekarang disebut
sebagai Oriental Orthodox atau Non-Kalsedon, yaitu: 1) Gereja Koptik, 2) Gereja
Syria-Yakobit (Gereja Orthodox Syria) yaitu yang bertradisi Syria Barat